Pages

Subscribe:

Labels

PANCASILA DAN IDIOLOGI DUNIA

Pada saat Pidato di depan Majelis Umum PBB, Pak Karno mengusulkan agar Pancasila menjadi salah satu piagam yang di akui PBB sejajar dengan magna charta. Usulan ini didasarkan fakta pertarungan antara pengikut kapitalisme dan sosialisme yang menyebabkan ratusan juta manusia meninggal dalam perang dunia I, II, diteruskan hingga perang dingin. Pada saat itu Pancasila ditawarkan menjadi alternatif atas dua ideologi besar dunia yang saling mengkutub.
Runtuhnya tembok Berlin tahun 1989 yang menandai berakhirnya perang dingin membuat peta dunia menjadi Unilateral. Kapitalisme memenangkan pertarungan yang berdarah-darah.  Dunia yang unipolar membutuhkan keseimbangan, satu dekade ini Cina mulai muncul menjadi kekuatan penyeimbang Imperium AS. Kapitalisme yang merubah wajah dalam bentuk Neoliberalisme dengan asas pasar bebas memangsa bangsa-bangsa yang baru berkembang. Pada titik inilah sebenarnya Pancasila menjadi Relevan untuk ikut membangun wajah dunia agar lebih adil.
Pancasila yang memiliki nilai-nilai religiusitas, nasionalisme, internasionalisme, demokrasi dan keadilan sosial merupakan konsep yang brilian dalam menghadapi situasi dunia yang semakin terpolar. Tentunya nilai-nilai universal yang termaktub dalam Pancasila dapat diterima di benua manapun. Dunia ketiga pada saat ini membutuhkan ideologi pemersatu agar tidak dimangsa oleh fundamentalisme ekonomi “pasar bebas” dan fundamentalisme agama.
Dalam perjalanan sejarah, Indonesia merupakan pelopor Gerakan Non Blok dimana memiliki spirit memperjuangkan kepentingan negara-negara yang baru merdeka. Modal sejarah ini bisa dijadikan poin penting bahwa nilai-nilai pancasila mampu menjadi alternatif ditengah polarisasi ideologi kapitalisme dan sosialisme.
di tengah kemiskinan yang mengglobal, kelaparan dunia yang semakin besar, diperlukan terobosan agar tidak terjadi lagi penghisapan manusia atas manusia (exploitation par ‘l home de ‘l home), homo homini lupus.
DUNIA berkembang dan berubah dengan sangat cepat, dan perubahan yang terjadi itu ikut mewarnai kehidupan bangsa kita secara fundamental. Ada beberapa penulis buku yang melalui konsep-konsepnya telah berhasil memotret realitas zaman yang sedang kita jalani ini. Di antaranya adalah Rowan Gibson (1997) yang menyatakan bahwa The road stop here. Masa di depan kita nanti akan sangat lain dari masa lalu, dan karenanya diperlukan pemahaman yang tepat tentang masa depan itu.
New time call for new organizations, dengan tantangan yang berbeda diperlukan bentuk organisasi yang berbeda, dengan ciri efisiensi yang tinggi. Where do we go next; dengan berbagai perubahan yang terjadi, setiap organisasi-termasuk organisasi negara-perlu merumuskan dengan tepat arah yang ingin dituju. Peter Senge (1994) mengemukakan bahwa ke depan terjadi perubahan dari detail complexity menjadi dynamic complexity yang membuat interpolasi menjadi sulit. Perubahan-perubahan terjadi sangat mendadak dan tidak menentu. Rossabeth Moss Kanter (1994) juga menyatakan bahwa masa depan akan didominasi oleh nilai-nilai dan pemikiran cosmopolitan, dan karenanya setiap pelakunya, termasuk pelaku bisnis dan politik dituntut memiliki 4 C, yaitu concept, competence, connection, dan confidence.

Peran Ideologi
Sejak berakhirnya perang dingin yang kental diwarnai persaingan ideologi antara blok Barat yang memromosikan liberalisme-kapitalisme dan blok Timur yang mempromosikan komunisme-sosialisme, tata pergaulan dunia mengalami perubahan-perubahan yang mendasar. Beberapa kalangan mengatakan bahwa setelah berakhirnya perang dingin yang ditandai dengan bubarnya negara Uni Soviet dan runtuhnya tembok Berlin-di akhir dekade 1980-an- dunia ini mengakhiri periode bipolar dan memasuki periode multipolar.
Periode multipolar yang dimulai awal 1990-an yang kita alami selama sekitar satu dekade, juga pada akhirnya disinyalir banyak pihak terutama para pengamat politik internasional, telah berakhir setelah Amerika Serikat di bawah pemerintahan Presiden George Bush memromosikan doktrin unilateralisme dalam menangani masalah internasional sebagai wujud dari konsepsi dunia unipolar yang ada di bawah pengaruhnya.
Dapat disimpulkan bahwa era persaingan ideologis dalam dimensi global telah berakhir. Saat ini kita belum dapat membayangkan bahwa dalam waktu dekat akan muncul kembali persaingan ideologis yang keras yang meliputi seluruh wilayah dunia ini. Dunia sekarang ini cenderung masuk kembali ke arah persaingan antarbangsa dan negara, yang dimensi utamanya terletak pada bidang ekonomi karena setiap negara sedang berjuang untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi warga bangsanya. Dalam era yang seperti ini, kedudukan ideologi nasional suatu negara akan berperan dalam mengembangkan kemampuan bersaing negara yang bersangkutan dengan negara lainnya.
Pancasila sebagai ideologi memiliki karakter utama sebagai ideologi nasional. Ia adalah cara pandang dan metode bagi seluruh bangsa Indonesia untuk mencapai cita-citanya, yaitu masyarakat yang adil dan makmur. Pancasila adalah ideologi kebangsaan karena ia digali dan dirumuskan untuk kepentingan membangun negara bangsa Indonesia. Pancasila yang memberi pedoman dan pegangan bagi tercapainya persatuan dan kesatuan di kalangan warga bangsa dan membangun pertalian batin antara warga negara dengan tanah airnya.
Pancasila juga merupakan wujud dari konsensus nasional karena negara bangsa Indonesia ini adalah sebuah desain negara moderen yang disepakati oleh para pendiri negara Republik Indonesia dengan berdasarkan Pancasila. Dengan ideologi nasional yang mantap seluruh dinamika sosial, budaya, dan politik dapat diarahkan untuk menciptakan peluang positif bagi pertumbuhan kesejahteraan bangsa.
Kesadaran Berbangsa
Sebenarnya, proses reformasi selama enam tahun belakangan ini adalah kesempatan emas yang harus dimanfaatkan secara optimal untuk merevitalisasi semangat dan cita-cita para pendiri negara kita untuk membangun negara Pancasila ini. Sayangnya, peluang untuk melakukan revitalisasi ideologi kebangsaan kita dalam era reformasi ini masih kurang dimanfaatkan. Bahkan dalam proses reformasi-selain sejumlah keberhasilan yang ada, terutama dalam bidang politik-juga muncul ekses berupa melemahnya kesadaran hidup berbangsa.
Manifestasinya muncul dalam bentuk gerakan separatisme, tidak diindahkannya konsensus nasional, pelaksanaan otonomi daerah yang menyuburkan etnosentrisme dan desentralisasi korupsi, demokratisasi yang dimanfaatkan untuk mengembangkan paham sektarian, dan munculnya kelompok-kelompok yang memromosikan secara terbuka ideologi di luar Pancasila.
Patut disadari oleh semua warga bangsa bahwa keragaman bangsa ini adalah berkah dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Oleh sebab itu, semangat Bhinneka Tunggal Ika harus terus dikembangkan karena bangsa ini perlu hidup dalam keberagaman, kesetaraan, dan harmoni. Sayangnya, belum semua warga bangsa kita menerima keragaman sebagai berkah. Oleh karenanya, kita semua harus menolak adanya konsepsi hegemoni mayoritas yang melindungi minoritas karena konsep tersebut tidak sesuai dengan konsep Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) 1945 terbentuk dengan karakter utamanya mengakui pluralitas dan kesetaraan antarwarga bangsa. Hal tersebut merupakan kesepakatan bangsa kita yang bersifat final. Oleh karenanya, NKRI tidak dapat diubah menjadi bentuk negara yang lain dan perubahan bentuk NKRI tidak akan difasilitasi oleh NKRI sendiri.
Cita-cita yang mendasari berdirinya NKRI yang dirumuskan founding fathers telah membekali kita dengan aspek-aspek normatif negara bangsa yang menganut nilai-nilai yang sangat maju dan modern. Oleh sebab itu, tugas kita semua sebagai warga bangsa untuk mengimplementasikannya secara konkret. NKRI yang mengakui, menghormati keragaman dan kesetaraan adalah pilihan terbaik untuk mengantarkan masyarakat kita pada pencapaian kemajuan peradabannya.
Perlu disadari oleh semua pihak bahwa proses demokratisasi yang sedang berlangsung ini memiliki koridor, yaitu untuk menjaga dan melindungi keberlangsungan NKRI, yang menganut ideologi negara Pancasila yang membina keberagaman, dan memantapkan keseta-raan. Oleh karenanya, tidak semua hal dapat dilakukan dengan mengatasnamakan demokrasi.
Pancasila sebagaimana ideologi manapun di dunia ini, adalah kerangka berfikir yang senantiasa memerlukan penyempurnaan. Karena tidak ada satu pun ideologi yang disusun dengan begitu sempurnanya sehingga cukup lengkap dan bersifat abadi untuk semua zaman, kondisi, dan situasi. Setiap ideologi memerlukan hadirnya proses dialektika agar ia dapat mengembangkan dirinya dan tetap adaptif dengan perkembangan yang terjadi. Dalam hal ini, setiap warga negara Indonesia yang mencintai negara dan bangsa ini berhak ikut dalam proses merevitalisasi ideologi Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh karenanya, prestasi bangsa kita akan menentukan posisi Pancasila di tengah percaturan ideologi dunia saat ini dan di masa mendatang. *

1 komentar:

Unknown mengatakan...

Ilmu pengetahuan

Posting Komentar